Sabtu, 09 April 2011

Waspada, Jangan Sampai Telat Deteksi Disleksia Pada Anak!

“Sering kali orangtua terlambat membaca tanda-tanda anaknya yang memiliki potensi mengalami disleksia. Padahal, kalau terdeteksi sejak dini, bisa segera ditangani. Tak jarang orangtua justru denial (menolak) ketika mendapati sesuatu yang aneh pada anaknya”. (Lia, orangtua yang memiliki anak penyandang disleksia)

Anak sulung Lia, Daka, menjadi penyandang disleksia. Ia mengaku cukup terlambat membaca tanda-tanda yang mengikuti perkembangan anaknya. Lia mengaku, ia baru mengetahui kejanggalan pada anaknya saat duduk dia kelas I SD. Saat itu, Daka masih bersekolah di sekolah umum. Namun, ia tergolong telat memiliki kemampuan membaca dan mengalami hambatan dalam berkonsentrasi. Setelah menangkap kejanggalan, ia kemudian membawa anaknya ke seorang psikolog dan menyekolahkan Daka ke sekolah yang khusus menangani penyandang disleksia, SD Pantara, di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

“Karena anak saya tidak bisa mengikuti dan gurunya juga tidak mau mengerti bahwa anak saya berkebutuhan khusus, akhirnya saya tarik dari SD umum. Selama sebulan, saya ikut terapi terus-menerus sebelum akhirnya masuk ke SD Pantara ini,” kisah Lia, di SD Pantara, Jakarta Selatan, Senin (2/8/2010).

Di SD Pantara, perlahan Daka mulai mengalami perkembangan. Sebenarnya, menurut Lia, ada sejumlah tanda atau gejala yang bisa dikenali orangtua sejak dini. Terkadang, tanda-tanda ini dianggap biasa saja oleh orangtua sehingga penanganan anak disamakan dengan anak pada umumnya. Lia sendiri, belakangan baru mengetahuinya. Ia mencontohkan, Daka tidak pernah menangis jika terjatuh, bahkan ketika kepalanya benjut karena terkena sudut lemari. Ternyata, rasa sakit yang tidak dirasakan Daka merupakan pertanda bahwa ada kelainan pada sarafnya.

“Pernah ketika kecil, dia jatuh terkena sudut lemari, padahal benjol besar. Tapi enggak nangis sama sekali. Saya menganggapnya biasa dan justru senang anak laki-laki tidak cengeng. Tapi justru itulah tanda kalau sebenarnya, ada syaraf yang tidak klik seperti orang normal sehingga dia bisa merespons rasa sakit,” kata Lia.

Tanda lainnya, anaknya tergolong lambat berbicara. Daka termasuk penyandang disleksia yang diikuti hambatan berkonsentrasi. Ia mengalami kesulitan dalam mengolah kata menjadi kalimat.

Bagaimana mengenali disleksia?
Konsultan Neuropediatri dari Asosiasi Disleksia Indonesia, dr Purboyo Solek, Sp A (K) mengatakan, terlambat mengenali tanda-tanda disleksia pada anak berakibat pada pelabelan yang melekat pada si anak. Bagi guru atau orang yang tidak mengetahui mengenai disleksia, mereka akan memberi cap kepada anak tersebut sebagai anak yang bodoh. Padahal, penyandang disleksia inteligen dalam tingkat yang normal atau bahkan di atas normal. Mereka hanya mengalami kesulitan berbahasa, baik itu menulis, mengeja, membaca, maupun menghitung.

“Kalau terlambat, anak akan terlanjur dilabeli sebagai anak bodoh. Kalau ini terus terjadi, akan menyebabkan si anak putus asa. Akibatnya, dia tidak bisa tampil dengan IQ normalnya,” terang Purboyo.

Ia memaparkan, penyandang disleksia mengalami kesulitan belajar spesifik meski memiliki tingkat kecerdasan normal atau di atas rata-rata. “Kalau IQ di bawah normal, dia bukan disleksia. Mengetahui IQ ini penting karena akan membedakan treatment,” ujarnya.

Ia mengingatkan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan orangtua, di antaranya menyingkirkan adanya kelainan-kelainan perkembangan dan saraf anak, menentukan kemampuan potensi akademik pada anak yang kita duga sebagai anak disleksia, dan memerhatikan ada atau tidaknya gangguan perilaku pada anak tersebut.

Panduan berikut ini mungkin akan memudahkan bagi para orangtua dan guru dalam membaca perkembangan anak dan melakukan deteksi dini atas tanda-tanda disleksia:

1.    Kesulitan mengenali huruf atau mengejanya
2.    Kesulitan membuat pekerjaan tertulis secara terstruktur misalnya esai
3.    Huruf tertukar tukar, misal ’b’ tertukar ’d’, ’p’ tertukar ’q’, ’m’ tertukar ’w’, dan ’s’ tertukar ’z’
4.    Daya ingat jangka pendek yang buruk
5.    Kesulitan memahami kalimat yang dibaca ataupun yang didengar
6.    Tulisan tangan yang buruk
7.    Mengalami kesulitan mempelajari tulisan sambung
8.    Ketika mendengarkan sesuatu, rentang perhatiannya pendek
9.    Kesulitan dalam mengingat kata-kata
10.    Kesulitan dalam diskriminasi visual
11.    Kesulitan dalam persepsi spatial
12.    Kesulitan mengingat nama-nama
13.    Kesulitan/lambat mengerjakan PR
14.    Kesulitan memahami konsep waktu
15.    Kesulitan membedakan huruf vokal dengan konsonan
16.    Kebingungan atas konsep alfabet dan simbol
17.    Kesulitan mengingat rutinitas aktivitas sehari-hari
18.    Kesulitan membedakan kanan-kiri
19.    Membaca lambat dan terputus-putus serta tidak tepat misalnya
20.    Menghilangkan atau salah baca kata penghubung (“di”, “ke”, “pada”).
21.    Mengabaikan kata awalan pada waktu membaca (”menulis” dibaca sebagai ”tulis”)
22.    Tidak dapat membaca ataupun membunyikan perkataan yang tidak pernah dijumpai
23.    Tertukar-tukar kata (misalnya: dia-ada, sama-masa, lagu-gula, batu-buta, tanam-taman, dapat-padat, mana-nama)

Gejala paling umum pada penyandang disleksia adalah kesulitan membaca dan mengeja. Namun gejala ini bisa dikenali sebelum anak belajar membaca, agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat.

Berbeda dengan gangguan belajar biasa, kesulitan mengeja pada penyandang disleksia bukan disebabkan oleh kurangnya kecerdasan. Gangguan ini merupakan kelainan genetik yang dialami individu dengan Intelegency Quotient (IQ) normal atau bahkan di atas rata-rata.

Karena sering terlambat diketahui, disleksia banyak memberi dampak pada masalah belajar di sekolah. Selain nilainya merosot, tak jarang penyandang disleksia mengalami tekanan psikologis karena tidak percaya diri atau bahkan menjadi korban bullying (kekerasan) dari teman-teman sekolahnya.

"Disleksia biasanya diketahui pada usia 7 tahun, ditandai dengan merosotnya prestasi belajar. Padahal dampaknya bisa dikurangi jika terdeteksi pada usia prasekolah, saat anak belum mulai belajar membaca," ungkap dr Purboyo Solek, SpA (K) dalam pembukaan Simposium Nasional Dyslexia Awareness, di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.

Menurur dr Purboyo, beberapa tanda bisa dikenali sebagai gejala awal disleksia pada anak diantaranya adalah:
1. Kesulitan membedakan sisi kanan dan kiri yang dialami saat anak berusia 3 tahun
2. Bisa juga dari cara si anak bertutur atau menceritakan pengalaman.

"Coba ditanya, 'bagaimana tadi di sekolah?' Kalau jawabnya 'ya, pokoknya gitu deh' maka orang tua perlu waspada," tambah dr Purboyo.

Dalam kesempatan yang sama, dr Kristiantini Dewi, SpA menambahkan beberapa gejala disleksia yang bisa dikenali pada anak sesuai tahapan usia perkembangannya.

Beberapa gejala yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Prasekolah:

  1. Kidal atau tidak terampil jika hanya menggunakan 1 tangan saja
  2. Bingung membedakan sisi kanan dan kiri
  3. Grusa-grusu atau tidak melakukan sesuatu tanpa terorganisir
  4. Miskin kosa kata, banyak menggunakan kata ganti 'ini-itu'
  5. Kesulitan memilih kosa kata yang tepat, misalnya 'kolam yang tebal' padahal maksudnya 'kolam yang dalam'.
Antara 5-8 tahun
  1. Kesulitan mempelajari huruf (bentuk dan bunyinya)
  2. Kesulitan menggabungkan huruf menjadi sebuah kata
  3. Kesulitan membaca
  4. Kesulitan memegang alat tulis
Meski tidak bisa diobati, gangguan ini bisa datasi dengan penanganan yang tepat. dr Purboyo mengatakan ada 2 jenis penanganan untuk disleksia yakni remedial dan akomodasi.

1. Remedial berarti mengulang-ulang materi belajar sampai benar-benar paham.
Kadang-kadang pengulangan dilakukan untuk mempelajari kebutuhan penyandang disleksia, terkait cara yang bersangkutan dalam memahami suatu hal.

"Kalau anak normal mudah memahami huruf A dari bentuknya yang demikian, penyandang disleksia belum tentu seperti itu. Cara otak memahami sesuatu bisa berbeda, misalnya A dipahami sebagai sebuah bangun dengan sudut-sudut tertentu," ungkap dr Purboyo.

2. Penanganan akomodasi, yakni memenuhi kebutuhan khusus penyandang disleksia.
dr Purboyo mencontohkan, ujian untuk penyandang disleksia bisa diberikan dengan waktu yang lebih longgar dan soalnya dicetak dengan huruf yang tidak terlalu rapat.

Berikut kisah seoang anak penyandang disleksia. Ketika duduk di bangku SMK, Aigis selalu mendapat nilai tertinggi untuk pelajaran mengetik 10 jari (blind system). Siapa sangka, gadis yang kini telah menjadi mahasiswi ini bahkan tidak mampu menghafal abjad dari A sampai Z karena mengidap disleksia.

Aigis Arira, seorang penyandang disleksia yang kini berusia 21 tahun mulai bermasalah dalam belajar sejak duduk di bangku SD. Ketika itu, ia mengalami kesulitan untuk mengerjakan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Sulit membedakan huruf 'b' dengan 'd' dan sering terbalik menggunakannya
  2. Sering salah mengutip dari papan tulis meski selalu duduk paling depan
  3. Tidak pernah berhasil menggambar kubus, selalu menjadi trapesium
Kondisi ini membuatnya malu kepada guru dan teman sebaya. Ditambah dengan kondisi kelas yang berisi banyak siswa, Aigis semakin sulit untuk mengakrabkan diri dengan guru agar bisa menyampaikan kesulitannya.

Beruntung orang tua Aigis cukup peka dengan kesulitan yang dihadapi anaknya. Setelah mencari tahu dari berbagai sumber, akhirnya ketahuan bahwa Aigis menyandang disleksia dan membutuhkan penanganan khusus.

Begitu naik ke kelas 3 SD, Aigis dipidahkan ke sekolah khusus SD Pantara Jakarta dengan kelas kecil yang hanya terdiri dari 8 siswa. Pendekatan yang berbeda serta situasi yang lebih kondusif di sekolah baru membuat Aigis lebih lancar dalam belajar.

Namun kesulitan kembali dihadapi Aigis saat melanjutkan ke sebuah SMP Negeri di Cimahi, Jawa barat. Lagi-lagi pendekatan di sekolah umum yang dirasakannya kurang personal membuat prestasi belajar Aigis ambruk dan harus puas menduduki ranking 43 dari 44 siswa.

Meski merasa tertinggal dalam pelajaran dan pergaulan, Aigis tidak langsung berputus asa. Dengan bantuan kedua orangtua yang selalu mendukungnya, ia akhirnya diberi perlakuan khusus untuk menunjang belajarnya.

"Waktu SMP adalah masa terberat saya ketika saya lebih banyak jadi penonton di kelas atau lebih mirip wartawan sebenarnya. Saya hanya mencatat materi semampu saya, lalu orangtua mempelajarinya di rumah untuk dijelaskan lagi ke saya sampai paham," ungkap Aigis dalam Simposium Nasional Dyslexia Awareness di Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta.

Begitu lulus SMP, Aigis memilih melanjutkan ke SMK jurusan Rekayasa Perangkat Lunak. Alasan utama Aigis memilih jurusan tersebut adalah karena jumlah siswa di tiap kelas hanya sedikit, di samping ia memang menyukai pelajaran yang lebih banyak praktik dibanding teori.

Sejak saat itu, rasa percaya diri mulai tumbuh pada Aigis yang kini duduk di semester 7 Institut Teknologi Harapan Bangsa di Bandung. Di jenjang SMK itulah ia mulai bisa menunjukkan prestasinya dengan meraih nilai tertinggi untuk pelajaran-pelajaran yang ia sukai, misalnya mengetik 10 jari (blind system).

Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia (ADI), dr Kristiantini Dewi, SpA mengatakan, disleksia merupakan kelainan genetik yang berbasis neurologis. Gangguan ini sama sekali tidak ada kaitannya dengan kebodohan, tingkat ekonomi maupun motivasi belajar.

Meski mengalami kesulitan dalam membaca, menulis dan mengeja, penyandang disleksia memiliki intelejensi normal atau bahkan di atas rata-rata. Kecerdasannya seringkali menonjol di bidang atau area belajar yang lain.

"Banyak tokoh besar yang juga menyandang disleksia. Fisikawan Albert Einstein, mantan presiden Amerika George W Bush serta aktor laga Tom Cruise adalah beberapa contoh orang-orang berprestasi yang menyandang diskeksia," ungkap dr Kristiantini yang berpraktik di CDC Santosa bandung International Hospital. (fn/km/d2t) www.suaramedia.com

6 komentar:

  1. saya Seorang Ibu dengan dua anak, salah satu anak saya ada disleksi, saya sempat stress setelah tahu bahwa anak saya mengalami ini, tapi tuhan begitu baik saya di pertemukan dengan teman saya yg ternyata anak beliaupun ada disleksianya juga, lalu beliau memberikan saran kepada saya untuk di bawa ke klinik yang berada di Kyai Maja, disitu saya hanya cukup satu kali datang dan di kasih lensa Irlen, puji tuhan sekarang anak saya sangat terbantukan dengan lensa Irlen.
    thank you so much klinik Irlen

    BalasHapus
    Balasan
    1. Berapa harga lensa irlen dan bagaimana cara penggunaanya. Apa manfaat yg didapatkannya?

      Hapus
    2. Ibu..tlng bantu saya di mana alamat itu...terimakasih sebelumnya

      Hapus
    3. bagaimana caranya mendptkan lensa irlen

      Hapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus